Dhammasena Photo Gallery

Perayaan Hari Raya Waisak 2562 B.E. / 2018

Perayaan Hari Raya Waisak 2562 B.E. / 2018 & Pemandian Rupang Little Baby Buddha. Memaknai Arti Penting Waisak Dalam Kehidupan Kita. Minggu 3 Juni 2018

Salah satu hari raya agama Buddha adalah hari raya Trisuci Waisak. Kata "Waisak" sendiri berasal dari bahasa Pali "Vesakha" atau di dalam bahasa Sansekerta disebut "Vaisakha". Nama "Vesakha" sendiri diambil dari bulan dalam kalender buddhis yang biasanya jatuh pada bulan Mei kalender Masehi. Namun, terkadang hari Waisak jatuh pada akhir bulan April atau awal bulan Juni.

Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut demikian karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama. Tiga kejadian tersebut yaitu kelahiran, penerangan, kematian terjadi pada hari yang sama ketika bulan purnama di bulan Waisak. Buddha sendiri lahir di Lumbini, sebuah wilayah di kaki Gunung Himalaya yang saat ini masuk ke dalam kawasan Nepal, di sanalah Buddha yang awalnya bergelar Pangeran Siddharta tersebut dilahirkan dan menghabiskan 29 tahun usianya

Hari Raya Waisak juga dirayakan dengan berbagai tradisi yang unik di beberapa negara di dunia, salah satunya Indonesia yang biasanya dipusatkan di Candi Borobudur, Jawa Tengah. Namun selain di Candi Borobudur, perayaan Waisak di Indonesia juga banyak dilakukan di wilayah-wilayah lainnya.

Untuk di Indonesia sendiri biasanya pada Hari Raya Waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke vihara dan melakukan ritual puja-bhakti. Harus dimengerti bahwa umat Buddha melaksanakan ritual puja-bhakti adalah bertujuan untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha, menyontoh perilaku sang Buddha dan melaksanakan ajaran agama Buddha. Bagi umat Buddha, hal tersebut berarti menaati peraturan moral, seperti menghindari pembunuhan makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukkan. Selain kelima larangan tersebut, umat Buddha ketika Hari Raya Waisak biasanya mengembangkan cinta kasih dengan cara membantu fakir miskin atau mereka yang membutuhkan, melepas hewan (biasanya burung) sebagai simbol cinta kasih dan penghargaan terhadap lingkungan, serta merenungkan segala perbuatan yang telah dilakukan apakah baik atau buruk sehingga diharapkan di masa mendatangkan tidak mengulangi perbuatan yang buruk yang dapat merugikan.

Waisak sebagai sebuah Hari Raya agama Buddha bisa memberikan contoh yang positif kepada setiap orang. Contoh positif yang dapat diteladani adalah pengembangan cinta-kasih kepada setiap makhluk hidup. Wujudnya bisa berupa berdana membantu mereka yang membutuhkan, mendonorkan darah, menjaga lingkungan sekitar dengan hidup sederhana atau perbuatan-perbuatan baik lainnya. Akhirnya satu harapan besar dari Hari Raya Waisak tersebut adalah bahwa setiap manusia diharapkan dapat merenungi segala perbuatannya dan setiap saat selalu hidup dengan rasa cinta kasih tanpa kebencian, seperti yang tertulis di dalam Dhammapada, "Kebencian tidak akan selesai jika dibalas dengan kebencian, tetapi hanya dengan memaafkan dan cinta kasihlah maka kebencian akan lenyap."

Berbeda pula dengan yang ada di Taiwan, umat Buddha akan merayakan Hari Raya Waisak dengan cara menuangkan air suci kepada patung Buddha. Hal ini dianggap sebagai lambang dari sebuah awal yang baru di dalam kehidupan. Meski terbilang sederhana, namun kegiatan ini sarat akan makna dan juga menjadi bentuk rasa syukur.

Di Korea Selatan, umat Buddha yang berada di Korea Selatan, perayaan Hari Raya Waisak menjadi sebuah perayaan besar yang selalu ditandai dengan acara menghias candi-candi yang terdapat di wilayah tersebut. Ratusan lentera-lentera cantik berbentuk teratai akan dinyalakan untuk menghiasi candi-candi yang terdapat di sana, hal ini dilakukan sebagai bentuk tradisi dalam mengenang kelahiran Sang Buddha ke dunia ini.

Berbeda dan menjadi salah satu ritual yang unik, Singapura merayakan Hari Raya Waisak dengan cara melepas burung dari sangkarnya ke udara. Hal ini dianggap melambangkan datangnya hari yang baru dan juga perayaan akan nilai-nilai yang ditinggalkan oleh Buddha bagi umatnya. Ini tentu menjadi sebuah ritual yang menyenangkan, sebab akan ada ribuan burung yang diterbangkan dan bebas dari sangkarnya pada saat perayaan kelahiran Buddha tersebut berlangsung.

Serta bagi masyarakat Sri Lanka, perayaan kelahiran Buddha akan disambut dengan warna-warni lampu yang ceria dan menyemarakkan wilayah tersebut. Berbeda dengan beberapa negara yang menyalakan dan melepas lentera sebagai peringatan akan kelahiran Buddha, Sri Lanka justru memasang lampu-lampu listrik berwarna-warni di berbagai sudut kota. Ini akan terlihat sangat unik dan menarik, terutama jika malam tiba.

Untuk di Universitas Trisakti sendiri pada tahun ini juga merayakan Hari Raya Waisak dengan cara yang berbeda, jika sebelumnya mendatangkan pembicara dan membahas tentang Waisak itu sendiri memiliki makna apa serta kedepannya Waisak itu sendiri akan seperti apa dan bagaimana. Maka perayaan Waisak pada tahun ini dibuat sedikit berbeda dan mengikuti perayaan Hari Raya Waisak yang ada di Taiwan yaitu dengan menuangkan/memandikan rupang Buddha dengan air suci.